Lamborghini Huracán LP 610-4 t


MENGENAL DIRI

Mengenal obyek selalu diikuti tingkat seberapa jauh mengenali obyek itu. Mengenal akan mensyaratkan keberadaannya suatu obyek. Obyek akan mudah dikenal jika ia mudah ditangkap oleh panca indra, berujud, bermateri, bebentuk dan berwarna, sampai pada mengenal obyek yg tak berujud, tak bermateri, tak berbentuk dan tak berwarna. Yg terahir ini keberadaannya tak dpt ditangkap oleh panca indra, tapi hanya dpt ditangkap oleh akal.
Obyek kenal yg paling dekat dg kita adalah diri kita sendiri. Bagaimana kita knal dg yg lain jika kita tak mengenal diri. Kita mengenal diri kita karena kita ada. Pemikiran yg sederhana akan mengatakan bahwa, kita ada karena ada yg mengadakan. Inilah pemikiran sehat yg menghantarkan kita untuk mengenal Tuhan sebagai sang Pencipta. Hal ini akan terjadi jika pemikiran kita tidak berhenti pada obyek pengenalan, Jika tidak sampai kapan pun kita tidak akan mengenal Tuhan. Lalu pengetahuan tentang diri yg bagaimana yg menjadi kunci pembuka pengetahuan tentang Tuhan?

Kita akan menemukan kunci pembuka itu jika kita bertanya: Siapakah kita? Dari mana asal kita dan ke mana tempat kita kembali? Apa tujuan kita hidup? Di manakah kebahagiaan dan kesedihan kita sebenarnya?

Lebih jauh, bahwa kita sebagai manusia, terdapat sifat-sifat hewan, sifat-sifat setan dan sifat-sifat malaikat. Kita harus temukan mana sifat yg aksidental dan mana yg esensial.

Hewan hidupnya cenderung untuk makan, tidur, memuaskan sex dan berkelahi. Setan selalu sibuk menyebarkan kejahatan, kebohongan dan kesombongan. Malaikat tak ada hentinya nerenungkan keindahan Tuhan, bebas dari kwalitas- kwalitas hewan atau setan. Ketiga kwalitas ini ada dalam diri kita, mana yg harus kita kembangkan dan mana yg harus kita tekan agar ada satu kwalitas yg lebih dominan. Tentu sifat terpuji yg harur kita kembangkan dan menjauhi sifat hewan atau setan.

Lain dari itu, kita terdiri dari jasad dan ruh (hati). Ruh datang ke dunia ini ibarat pelancong yg mengunjungi suatu negeri untuk berniaga yg pada ahirnya kembali ke kampung asalnya.

Marilah kita gambarkan, jasad sebagai suatu kerajaan, ruh (hati) sebagai rajanya dan bercgai indra serta kwalitas lain sebagai tentaranya. Nalar kita sebut sebagai perdana mentri, nafsu seebgai petugas pajak, amarah sebagai polisi. Dengan pura-pura mengumpulkan pajak, nafsu akan terus-menerus cenderung merampas demi kepentingannya sendiri. Sementara amarah cenderung kepada kekerasan. Nafsu (petugas pajak) dan amarah (polisi) keduanya harus berada di bawah dan tunduk kepada raja, tidak dibunuh atau diunggulkan. Mengingat mereka punya fungsi tersendiri untuk kepentingan kerajaan. Tapi jika mereka sudah dpt menguasai raja, maka keruntuhan jiwa parti akan teqjadi.

Dalam diri kita juga ada akal dan panca indra. Akal punya kemampuan yg tdk dimiliki mahluk lain. Panca indra mampu mampu berinteraksi, mendeteksi kesan-kesan dari lingkungan nyata. Tapi ruh (hati) kemampuannya jauh lebih tinggi dari akal dan panca indra. Karena saat kita tidur, akal dan indra tak mampu lagi beraktivitas, sedang ruh tak pernah berhenti beraktivitas bahkan mampu menerima kesan-kesan tak kasat mata. Kadang ia bisa mendapat isarat
tentang masa depan.

Ruh (hati) bagaikan cermin yg dpt memantulkan segala sesuatu yg tergambar di dalam lauhul-mahfudz. Tapi jika dalam keadaan tidur, pikiran-pikiran segala sesuatu yg bersifat keduniaan akan memburamkan cermin ini. Sehingga kesan-kesan yg diterima tidak jelas. Meski demikian setelah jasad mati pikiran keduniaan itu sirna dan segala sesuatu akan tampak hakekat keterbukaan.


Terbukanya ruh (hati) kepada alam tak kasat mata ini terjadi dalam keadaan yg mendekati ilham kenabian, yakni ketika intuisi tumbuh dalam pikiran, tak terbawa lewat saluran indra apa pun. Makin seorang memurnikan dirinya dari syahwat badani dan memusatkan pikirannya kpd Tuhan, akan makin peka ia perhadap intuisi-intuisi seperti itu. Sebenarnya setiap manusia di kedalaman kesadarannya, akan mendengar pertanyaan: "Bukankan Aku ini Tuhanmu?" dan menjawa: "Ya." Tapi dalam hati yg kotor tak akan memberikan pantulan yg jernih. Sementara hati para Nabi dan Wali Allah meskipun mempunyai nafsu seperti kita, tapi kepekaan terhadap kesan-kesan ilahiah sangat tinggi, jauh berbeda dg kita. Perbedaan ini bìsa kita liat dari tiga hal:
1) Sesuatu yg bisa diliiat orang biasa hanya dalam mimpì, beliau melihatnya pada saat jaga.
2) Orang biasa kehendaknya hanya mempengaruhi jasadnya sendiri, tapi kehendak beliau dpt menggerakkan jasad orang lain.
3) Pengetahuan yg oleh orang biasa diperoleh dg belatar dg sungguh-sungguh, oleh orang khusus didapat hanya melalui intuisi.

Tentu tidak hanya tiga yg membedaan orang biasa dg orang khusus, tapi setidaknya inilah yg menjadi patokan.

Tiap fakultas dalam diri kita senang dg segala sesuatu untuknya diciptakan. Syahwat senang memuaskan nafsu, amarah senang dg membalas dendam, mata senang melihat obyek yg indah, telinga senang mendengar suara yg merdu memdayu. Fungsi jiwa manusia tertinggi adalah mencerap kebenaran, hingga semakin banyak kebenaran yg ia peroleh maka semakin asyik ia merasakan kenikmatan. Semua nafsu badani akan musnah besama matinya jasad dan seluruh organ lain yg biasa diperalat oleh nafsu. Tapi jiwa akan selalu hidup dan menyimpan segala pengetahuan tentang Tuhan yg ia peroleh.

Satu lagi pengetahuan tentang diri yg dapat menghantarkan kita kepada pengetahuan tentang Tuhan adalah renungan tatas jasad kita yg menunjukkan keagungan, kebijaksanaan, kekuasaan serta cinta Sang Pencipta. Dengan kekuasaan-Nya Ia bangun kerangka tubuh kita beserta organ-organ lain yg luar biasa dari hanya satu tetasan belaka. Kebijakan-Nya terungkap dalam kerumitan organ kita yg serba otomatis dan harmonis. Kecintaan-Nya diperlihatkan dengan berfungsinya organ-organ fital seperti otak, jantung, hati, darah dan organ lain yg saling berhubungan untuk menunjang hidupnya tubuh kita. Struktur dalam tubuh kita yg begitu rumit dan rapih dapat kita sebut 'alamush-shaghir atau jagad kecil di dalam diri kita, sebagaimana rumit dan rapihnya jagad raya yg penuh keajaiban.

Demikian sedikit pengetahuan tetang diri kita, dimana pengetahuan tetang jiwa memainkan peranan yg lebih penting dalam membimbin kita ke arah pengetahuan tentang Tuhan ketimbang tengetahuan tentang jasad dan fungsi-fungsinya. Dengan memahami kualitas yg ada dlm jasad dan yg ada dlm jiwa, maka kita diharapkan bisa menyempurnakan diri sebagai hamba. bahwa sebenarnya manusia di dunia ini sungguh lemah dan hina, Hanya di kehidupan yg akan datang sajalah ia akan mempunyai nilai yg sebenarnya.

Wallahu a'lam bishawab.

penyaji : musthaf
sumber : banyak dikutip dari Kimia Kebahagiaan

TULIS KOMENTAR DI SINI